Mungkin sedikit membingungungkan membaca istilah 'PHK Tanpa Kesalahan'. Mungkin juga tidak. Bagi masyarakat awam walaupun hal tersebut bukan hal yang sering terdengar, tetapi setelah menangani banyaknya kasus Pemutusan Hubungan Kerja dengan segudang alasan yang digunakan oleh Pemberi Kerja ketika melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, dapat dikatakan setengahnya merupakan PHK Tanpa Kesalahan. Bagaimana bisa?
![]() |
Nilai pesangon PHK tanpa kesalahan |
Di dalam regulasi Ketenagakerjaan, baik UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana ditetapkan menjadi Undang-undang dalam UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, mengatur alasan-alasan yang diperbolehkan bagi Pemberi Kerja dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka hak Pekerjapun telah diatur besarannya, disesuaikan dengan alasan PHK. Bagaimana jika Pemberi Kerja melakukan PHK dengan menggunakan salah satu alasan yang diatur dalam Undang-Undang, namun dengan fakta yang berbeda?
Pemutusan Hubungan Kerja dengan kategori PHK Tanpa Kesalahan ini, sering terjadi ketika hubungan kerja antara Pemberi Kerja dengan Pekerja dapat dikatakan tidak harmonis, Pemberi Kerja tidak ingin lagi melanjutkan hubungan kerja dengan pekerja dengan alasan-alasan tertentu, sehingga mencari-cari alasan agar dapat dilakukan PHK, atau adanya masalah-masalah tertentu lainnya serta ketidakpahaman pihak Pemberi Kerja dalam melakukan proses Pemutusan Hubungan Kerja terhadap perselisihan yang terjadi.
Atau, jika pekerja/buruh yang melaksanakan pekerjaannya secara tiba-tiba menghadapi masalah yang berujung pada PHK, dan Pekerja beranggapan PHK yang dilakukan terhadap dirinya adalah hal yang wajar, sementara pada faktanya, PHK yang terjadi ternyata tidak dilakukan sesuai prosedur, kemudian alasan yang dicantumkan dalam Surat Pengakhiran Hubungan Kerja merupakan alasan yang sebenarnya terlalu dipaksakan, dibuat-buat sehingga seolah-olah pekerja memang melakukan kesalahan atau pelanggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Contoh Kasus yang pernah kami tangani, Pemutusan Hubungan Kerja terjadi dengan dilatarbelakangi oleh beberapa pihak managemen yang merasa terancam akan ada persaingan dengan salah satu pekerja, yang diperkirakan akan memperoleh promosi berupa kenaikan jabatan. 'Merasa terancam akan adanya persaingan' ini, membuat beberapa oknum perusahaan yang merasa terancam bahwa posisinya akan diganti tersebut mengatur rencana agar Pekerja tersebut perlu untuk dikeluarkan atau di-PHK, bagaimanapun caranya. Alhasil, dengan menggunakan alasan-alasan yang dipaksakan, keluarlah surat Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan Efisiensi dan Force Majeure, dimana alasan ini digunakan agar seolah-olah perusahaan sedang melakukan upaya untuk mencegah terjadinya potensi kerugian, dan adanya kejadian Force Majeure yang tidak dapat dihindari, sehingga PHK terhadap Pekerja seolah-oleh tak terhindarkan.
Menindaklanjuti PHK tersebut, Pekerja yang cukup kritis, sangat mengerti bahwa ada hak-haknya yang dilanggar, kemudian mengambil langkah hukum dengan melakukan tahapan-tahapan perundingan/Mediasi, baik secara Bipartit, Tripartit, hingga mengajukan Gugatan ditingkat Pengadilan Hubungan Industrial.
Di dalam persidangan, Pihak Pemberi Kerja (dalam hal ini adalah Tergugat), tidak dapat membuktikan adanya potensi kerugian, dan Force Majeure, sehingga Hakim di dalam pertimbangannya menyatakan bahwa PHK terjadi dengan kualifikasi tanpa adanya kesalahan dan bertentangan dengan hukum.
Contoh kasus lain yang sering terjadi adalah pengunduran diri atas kehendak pemberi kerja, yang dibuat seolah-olah pengunduran diri tersebut terjadi atas kemauan Pekerja, padahal pada faktanya Pemberi Kerja sudah tidak ingin melanjutkan hubungan kerja dengan Pekerja dan memaksakan Pekerja untuk menandatangani Surat Pengunduran Diri, padahal agar mengundurkan diri dapat dikatakan sah, harus melalui prosedur pengunduran diri sebagaimana telah diatur oleh regulasi ketenagakerjaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka jika alasan-alasan yang digunakan dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja ternyata tidak sesuai dengan faktanya dan tidak dapat dibuktikan, maka PHK tersebut dapat dikategorikan sebagai PHK Tanpa Kesalahan, dan terhadap perkara-perkara yang kami tangani, Majelis Hakim di dalam pertimbangannya menyatakan bahwa PHK terjadi dengan kualifikasi tanpa adanya kesalahan dan di dalam amar putusan, Pemberi Kerja dihukum untuk membayarkan Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2), 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat (3) dan Pasal 40 ayat (4) PP 35 Tahun 2021.
Mary I. Herman
Advokat/Praktisi Ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar