PHK Dalam Masa Percobaan: Ketentuan Hukum dan Hak Pekerja

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah suatu tindakan yang sering kali menjadi persoalan serius dalam hubungan industrial, terutama bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan. Masa percobaan merupakan tahap awal bagi seorang pekerja untuk dinilai kinerjanya oleh perusahaan sebelum diangkat sebagai pekerja tetap. Namun, tidak jarang PHK terjadi selama masa percobaan ini, yang menimbulkan pertanyaan mengenai hak-hak pekerja, terutama terkait dengan kompensasi seperti pesangon.


Dalam konteks hukum ketenagakerjaan di Indonesia, PHK selama masa percobaan memiliki aturan yang berbeda dibandingkan dengan PHK setelah masa percobaan berakhir. Hal ini diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021.

 


Pengaturan Masa Percobaan dalam Hukum Ketenagakerjaan

 

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yang menjadi dasar hukum ketenagakerjaan di Indonesia, mengatur secara khusus mengenai masa percobaan dalam Pasal 60. 


  • Pasal 60 ayat (1) menyebutkan bahwa masa percobaan dapat ditetapkan maksimal selama 3 (tiga) bulan dan harus dinyatakan secara tertulis.
  • Pasal 60 ayat (2) menegaskan bahwa selama masa percobaan, pengusaha tidak boleh melakukan PHK secara sepihak tanpa alasan yang sah, kecuali dinyatakan lain dalam perjanjian kerja.

 

Masa percobaan merupakan kesempatan bagi pekerja dan pengusaha untuk menilai apakah hubungan kerja akan dilanjutkan atau tidak.


PP No. 35 Tahun 2021 memperjelas mekanisme PHK secara umum, namun tidak secara spesifik mengatur PHK pada masa percobaan. Akan tetapi, dalam konteks Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), masa percobaan masih harus mengikuti aturan yang tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003.

 

PP No. 35/2021 menekankan bahwa:


  • Pasal 36 menyatakan PHK harus dilakukan dengan pemberitahuan tertulis dan alasan yang jelas.
  • PHK pada masa percobaan hanya dapat dilakukan jika tercantum dalam perjanjian kerja dan harus disampaikan dengan mekanisme yang sesuai dengan hukum ketenagakerjaan.

 

Beberapa poin penting dari pasal ini meliputi:

 

1. Masa percobaan maksimal berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan harus dicantumkan secara tertulis dalam perjanjian kerja;
2. Masa percobaan hanya dapat diterapkan pada hubungan kerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yaitu perjanjian kerja untuk pekerja tetap;
3. Bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak, tidak diperbolehkan adanya masa percobaan. Artinya, pekerja kontrak harus langsung dianggap sebagai pekerja aktif selama masa kontraknya.

 

Dengan kata lain, masa percobaan hanya berlaku bagi pekerja yang bekerja di bawah perjanjian kerja tetap. Selama masa ini, baik perusahaan maupun pekerja berhak melakukan evaluasi terkait kelangsungan hubungan kerja.

 

 

PHK dalam Masa Percobaan: Hak Pekerja

 

Saat terjadi PHK dalam masa percobaan, pekerja sering kali bertanya-tanya mengenai hak-hak mereka, terutama terkait kompensasi seperti pesangon. Berdasarkan ketentuan hukum yang ada, termasuk interpretasi dari Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021, terdapat beberapa poin penting terkait hak pekerja dalam masa percobaan:


 

1. Tidak Berhak atas Pesangon

 

   Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, pekerja yang di-PHK selama masa percobaan umumnya tidak berhak atas pesangon. Hal ini didasarkan pada interpretasi dari Pasal 60 UU No. 13 Tahun 2003 serta beberapa keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa masa percobaan merupakan masa evaluasi, sehingga hak pesangon hanya diberikan kepada pekerja yang telah melewati masa percobaan dan diangkat sebagai pekerja tetap.

 

   Putusan Mahkamah Agung No. 610 K/Pdt.Sus-PHI/2015 memperkuat prinsip ini, di mana Mahkamah Agung memutuskan bahwa seorang pekerja yang di-PHK pada masa percobaan tidak berhak atas pesangon. Pengadilan menyatakan bahwa masa percobaan adalah bagian dari proses penilaian dan bukan merupakan hubungan kerja yang penuh.


 

2. Upah dan Hak Lain yang Telah Diperoleh

 

   Meskipun pekerja dalam masa percobaan tidak berhak atas pesangon, mereka tetap berhak atas upah dan hak-hak lainnya yang telah diperoleh selama masa bekerja sebelum PHK. Perusahaan wajib membayar upah yang sesuai dengan waktu kerja yang telah dijalani, serta hak-hak lain seperti tunjangan atau jatah cuti yang mungkin telah diakumulasi.


 

3. Asuransi Ketenagakerjaan

 

   Jika selama masa percobaan pekerja sudah terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, mereka tetap berhak atas jaminan sosial yang diatur dalam program tersebut, seperti jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua. Namun, manfaat ini hanya dapat dinikmati jika kontribusi yang diperlukan telah dibayarkan oleh perusahaan.

 


 

PHK-Dalam-Masa-Percobaan:-Ketentuan-Hukum-dan-Hak-Pekerja
PHK Dalam Masa Percobaan: Ketentuan Hukum dan Hak Pekerja


Perlindungan Hukum bagi Pekerja dalam Masa Percobaan 

 

Meskipun pekerja dalam masa percobaan memiliki hak-hak yang terbatas dibandingkan dengan pekerja tetap, ada beberapa mekanisme perlindungan yang tetap berlaku. Perusahaan tidak dapat melakukan PHK secara sewenang-wenang tanpa alasan yang jelas dan harus mematuhi ketentuan dalam perjanjian kerja serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Jika terjadi sengketa terkait PHK dalam masa percobaan, pekerja dapat membawa kasusnya ke Pengadilan Hubungan Industrial untuk mencari keadilan. Dalam beberapa putusan, pengadilan telah menegaskan bahwa PHK yang dilakukan tanpa alasan yang sah atau tidak sesuai dengan perjanjian kerja dapat dianggap tidak sah, dan perusahaan dapat diwajibkan untuk membayar kompensasi atau bahkan mengembalikan pekerja ke posisi semula.

 

Di Indonesia, ada beberapa putusan pengadilan (termasuk putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Hubungan Industrial) yang secara tidak langsung memperkuat prinsip bahwa pekerja yang di-PHK dalam masa percobaan tidak berhak atas pesangon, berdasarkan interpretasi hukum dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan aturan ketenagakerjaan lainnya. Namun, karena pesangon dalam konteks masa percobaan tidak secara eksplisit diatur dalam undang-undang atau peraturan yang ada, putusan pengadilan biasanya merujuk pada perjanjian kerja serta hukum ketenagakerjaan yang berlaku.

 


Beberapa contoh putusan penting yang relevan dalam kasus PHK selama masa percobaan:


 

1. Putusan Mahkamah Agung No. 610 K/Pdt.Sus-PHI/2015


Dalam putusan ini, Mahkamah Agung memutuskan bahwa seorang pekerja yang di-PHK pada masa percobaan tidak berhak atas pesangon, karena perjanjian kerja masih dalam tahap evaluasi. Hak pesangon hanya diberikan kepada pekerja yang telah melewati masa percobaan dan diangkat sebagai pekerja tetap.


 

2. Putusan Pengadilan Hubungan Industrial No. 235/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Jkt.Pst


Putusan ini mempertegas bahwa masa percobaan merupakan masa evaluasi, dan jika pekerja di-PHK dalam masa tersebut, mereka tidak berhak atas pesangon. Hal ini dikarenakan masa percobaan adalah bagian dari perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dan kompensasi penuh hanya berlaku bagi pekerja yang sudah melewati masa percobaan.


 

Prinsip yang Dipegang Pengadilan:


  • Pekerja dalam masa percobaan tidak dianggap telah memiliki hubungan kerja tetap secara penuh, sehingga hak-hak seperti pesangon belum berlaku.
  • Pengadilan biasanya merujuk pada Pasal 60 UU No. 13 Tahun 2003 dan melihat ketentuan perjanjian kerja yang mengatur secara eksplisit masa percobaan dan kemungkinan pemutusan hubungan kerja dalam masa tersebut.
  • Hak upah yang sudah diterima selama masa percobaan tetap harus dibayar penuh, tetapi hak pesangon, penghargaan masa kerja, atau kompensasi lain tidak diberikan jika PHK dilakukan selama masa percobaan.



Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan, maka pekerja yang di-PHK dalam masa percobaan tidak berhak atas pesangon. Prinsip ini didasarkan pada ketentuan hukum ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa masa percobaan adalah tahap evaluasi, dan pesangon hanya berlaku setelah pekerja melewati masa percobaan dan menjadi pekerja tetap.

 

 

Mary I. Herman

Advokat/Praktisi Ketenagakerjaan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 - Law Office Mary Herman & Partners