Perhitungan Upah Proses


Perhitungan-upah-proses

Sebelum lahirnya Pengadilan Hubungan Industrial, ketentuan mengenai upah proses yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan juncto Pasal 7 ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta juncto Pasal 16 dan Pasal 17 Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: Kep-150/Men/2000 tentang Penyelesaian Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti Kerugian di perusahaan adalah paling lama 6 (enam) bulan. 


Setelah Pengadilan Hubungan Industrial diberlakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, upah proses diatur dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi sebagai berikut: “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya”; 


Di dalam putusan-putusan Mahkamah Agung tentang upah proses yang mendasarkan pada ketentuan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat perbedaan putusan, sebagian putusan menetapkan upah proses diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan sebagian lagi menetapkan upah proses diberikan sampai putusan berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-IX/2011 tanggal 6 September 2011 dinyatakan bahwa upah proses diberikan sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 


Menyikapi perbedaan putusan-putusan Mahkamah Agung terkait upah proses, walaupun Mahkamah Konstitusi memutuskan upah proses diberikan sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, akan tetapi berdasarkan kesepakatan dalam Rapat Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung tahun 2015 yang dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015, upah proses dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan. 

 

Pendapat Mahkamah Agung

Sebelum lahirnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015, pendapat MA terkait upah proses berbeda-beda. Ada putusan MA yang memutuskan bahwa upah proses ditetapkan hanya 6 (enam) bulan. Hal ini tampak dalam putusan No. 158 K/Pdt.Sus/2007 (PT. Jasa Marga Vs Suwanto) tanggal 24 Januari 2008. Dalam putusan tersebut, MA berpendapat bahwa:


“Termohon Kasasi telah mengakui semua kesalahan atas perbuatannya dengan membuat surat pernyataan sebagaimana diatur Pasal 24 ayat (1) d. PKB periode tahun 2006-2008 yang masih berlaku dikategorikan merupakan kesalahan berat dan dikenakan sanksi PHK, namun masa kerja yang cukup lama dan selama bekerja belum pernah mendapat surat peringatan, oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk diberikan upah proses selama 6 (enam) bulan dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh Termohon Kasasi.”

 

Putusan yang menetapkan upah proses selama 6 (enam) bulan juga terlihat dalam perkara Nomor 336 K/Pdt.Sus/2009 (PT. Bangun Mustika Inti Persada Vs Cynthia Dwi Wulan Indah) tanggal 10 Juli 2009. 


Pada tahun 2009, MA memiliki pendapat yang berbeda mengenai upah proses. MA berpendapat bahwa upah proses dihitung sampai dengan putusan telah berkekuatan hukum tetap. Pendapat ini tergambar dalam putusan MA No. 848 K/Pdt.Sus/2009 (PT. Carrefour Indonesia Vs Riska Oktariana) tanggal 6 Mei 2010; putusan No. 051 PK/Pdt.Sus/2009 (PT. Bank Commonwealth Vs Theresia Adwijaya). 


Sejak tahun 2015, terutama pasca lahirnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015, pandangan MA terkait upah proses ini sudah seragam. Dalam SEMA tersebut disepakati bahwa: “Pasca Putusan MK Nomor 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19 September 2011 terkait dengan upah proses, maka isi amar putusan adalah MENGHUKUM PENGUSAHA MEMBAYAR UPAH PROSES SELAMA 6 BULAN. Kelebihan waktu dalam proses PHI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Hubungan Industrial, bukan lagi menjadi tanggung jawab para pihak.” 


Kesepakatan kamar tersebut ditegaskan kembali dalam Putusan No. 652 K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Kahar Husain Vs PT Iswanto) tanggal 13 Juli 2017. Dalam putusan tersebut, MA berpendapat bahwa: 


“Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Makassar perlu diperbaiki sepanjang mengenai upah proses yaitu bahwa upah proses selama perselisihan adalah 6 (enam) bulan, sesuai SEMA Nomor 03 Tahun 2015.” 


Putusan MA ini senada dengan putusan sebelumnya dalam perkara No. 573 K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Rustam Bantulu Vs Pimpinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nusantara) tanggal 8 Juni 2017. Selanjutnya, putusan-putusan tersebut konsisten diikuti oleh Majelis Hakim Agung lainnya, sebagaimana tergambar melalui putusan No. 679 K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Nurlailah Vs Koperasi Pegawai PT. Telekomunikasi Anuta Pura Palu) tanggal 31 Juli 2017; Putusan No. 1339 K/Pdt.Sus-PHI/2017 (PT. Oh Sung Electronics Indonesia Vs Royadi, dkk.) tanggal 30 November 2017; Putusan No. 1464 K/Pdt.Sus-PHI/2017 (PT. Ohsung Electronics Indonesia Vs Maulana Yusuf, dkk.) tanggal 20 Desember 2017. 

 

Yurisprudensi

Dengan adanya konsistensi pendapat MA sejak lahirnya SEMA No. 3 Tahun 2015 terkait upah proses selama-lamanya 6 bulan, maka sikap hukum ini telah menjadi Yurisprudensi di Mahkamah Agung. 


Sumber:
Himpunan Yurisprudensi Mahkamah Agung Sampai Dengan Tahun 2018 Edisi Pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 - Law Office Mary Herman & Partners