![]() |
PHK dibatalkan tanpa Kesepakatan? Ini Risiko Hukumnya! |
Dalam praktik hubungan industrial, tidak jarang terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh pemberi kerja yang kemudian dibatalkan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan terlebih dahulu dengan pekerja. Meskipun tampaknya menguntungkan bagi pekerja karena "dipanggil kembali bekerja", namun pembatalan PHK tanpa dasar hukum dan kesepakatan yang jelas justru menimbulkan berbagai persoalan hukum.
Apakah PHK Bisa Dibatalkan
Sepihak oleh Pengusaha?
Menurut Pasal
151 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 jo. UU No. 6 Tahun 2023 tentang
Cipta Kerja, pengusaha, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja harus
berupaya menghindari PHK dan menyelesaikan perselisihan melalui perundingan
bipartit terlebih dahulu. Jika sudah dilakukan PHK dan surat pemberitahuan PHK
telah dikeluarkan, maka tindakan tersebut adalah keputusan hukum yang memiliki
akibat hukum. Oleh karena itu, pembatalannya pun tidak dapat dilakukan secara
sepihak oleh pengusaha, melainkan harus disepakati kedua belah pihak.
Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 917
K/Pdt.Sus-PHI/2015, ditegaskan bahwa surat pemutusan hubungan kerja (PHK)
yang telah dikeluarkan dan menimbulkan akibat hukum, tidak bisa dibatalkan
begitu saja secara sepihak oleh perusahaan.
Hal ini penting dipahami, karena dalam praktiknya, ada perusahaan yang setelah mengeluarkan surat PHK, tiba-tiba menarik kembali surat tersebut tanpa adanya kesepakatan dengan pekerja. Padahal, begitu surat PHK diterima dan menimbulkan akibat hukum (misalnya karyawan sudah tidak bekerja), maka surat tersebut sudah sah sebagai bentuk tindakan hukum yang mengikat.
Dalam konteks hukum ketenagakerjaan Indonesia,
setiap keputusan PHK yang sah dan telah diberlakukan tidak bisa dicabut sepihak
tanpa adanya persetujuan dari pekerja. Apalagi jika PHK sudah menimbulkan
dampak administratif, seperti pencairan BPJS Ketenagakerjaan, penghapusan akses
kerja, atau penyerahan alat kerja.
Jadi, kalau
kamu menerima surat PHK, penting untuk menyimpan bukti dan mencatat segala
bentuk komunikasi dengan perusahaan. Jika kemudian perusahaan mengubah sikap,
kamu punya dasar untuk menolak atau menegosiasikan hak-hakmu dengan lebih kuat.
Risiko Hukum bagi Perusahaan
Jika PHK telah terjadi dan kemudian dibatalkan
tanpa kesepakatan, maka:
· Perusahaan dianggap bertindak tidak konsisten dan inkonstitusional, karena tidak menghormati
mekanisme PHK yang sah.
· Pekerja dapat mengklaim kompensasi sesuai dengan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan (apabila
hubungan kerja berbasis PKWT) atau ketentuan pesangon sesuai UU Cipta Kerja
(apabila PKWTT).
· Pekerja dapat menolak untuk kembali bekerja dan memilih menerima kompensasi
sebagaimana seharusnya.
Hak Pekerja Pasca Pembatalan PHK
Jika perusahaan membatalkan PHK dan meminta pekerja
kembali bekerja dengan kondisi yang merugikan, misalnya:
- Perubahan
jabatan yang tidak disepakati,
- Pemindahan
lokasi kerja secara sepihak,
- Pemotongan
upah,
Maka pekerja berhak menolak dan mengajukan perselisihan
hak atau perselisihan PHK ke Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Berdasarkan hal-hal tersebut
di atas, maka pembatalan
PHK secara sepihak tanpa kesepakatan tertulis melanggar prinsip-prinsip
perlindungan tenaga kerja di Indonesia. Pengusaha dan pekerja seharusnya
menghormati proses penyelesaian perselisihan yang telah diatur oleh peraturan
perundang-undangan. Dalam situasi seperti ini, pekerja sebaiknya segera meminta
pendampingan hukum agar tidak kehilangan hak-haknya.
“Lex semper dabit remedium” – Hukum selalu
memberikan jalan keluar bagi yang haknya dilanggar.
Advokat/Praktisi Ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar