Hak Pekerja Yang Meninggal Dunia

Perselisihan Hubungan Industrial umumnya disebabkan oleh alasan-alasan Pemutusan Hubungan Kerja seperti dilakukannya Efisiensi, Perusahaan Pailit, Pengunduran diri karyawan, hingga pemutusan hubungan kerja secara sepihak karena alasan-alasan lain yang menyebabkan persoalan perselisihan tersebut berujung pada pengambilan upaya hukum mulai dari upaya perundingan bipartit hingga pengajuan gugatan di Pengadilan Hubungan Industrial. Bagaimana jika karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan tersebut meninggal dunia? Apakah memiliki hak-hak yang sama berupa uang pesangon dan lainnya seperti karyawan yang dipecat? Melalui artikel ini, Penulis akan membahas "Hak Pekerja Yang Meninggal Dunia" agar para pembaca yang sedang mencari jawaban, bisa melek hukum dan tahu apa yang harus dilakukan, baik selaku ahli waris dari pekerja yang meninggal dunia, maupun selaku pihak perusahaan dalam menerapkan sistem hukum ketenagakerjaan dalam penyelesaian perkara ketenagakerjaan di perusahaan.


Hak-Pekerja-Yang-Meninggal-Dunia


Alasan Berakhirnya Perjanjian Kerja

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK") mengatur terkait alasan-alasan yang dapat menyebabkan Perjanjian Kerja berakhir, salah satunya adalah Pekerja meninggal dunia.

Pasal 61 ayat (1) UUK sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ("UU Cipta Kerja") menyatakan:

"Perjanjian Kerja berakhir apabila:

a. pekerja/buruh meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. selesainya suatu pekerjaan tertentu;
d. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja."

Jadi, hubungan kerja antara Pekerja dengan Pemberi Kerja dapat berakhir dengan alasan-alasan tersebut di atas, termasuk salah satunya jika pekerja/buruh meninggal dunia.

Menurut Pasal 81 angka 44 Undang-Undang Cipta Kerja, ahli waris dari pekerja yang meninggal dunia berhak atas Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Uang Penggantian Hak. Selain itu, ahli waris dari Pekerja yang meninggal dunia berhak atas uang jaminan kematian jika pekerja yang meninggal dunia merupakan peserta program jaminan kematian dari BPJS dan uang jaminan hari tua jika pekerja yang meninggal dunia merupakan peserta program jaminan hari tua dari BPJS Ketenagakerjaan.


Besaran Hak Pekerja Meninggal Dunia

Lalu, berapakah besaran hak pekerja meninggal dunia? Menurut Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja ("PP 35/2021"), pemutusan hubungan kerja karena pekerja meninggal dunia maka ahli warisnya berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) 1 kali ketentuan UPMK, dan uang penggantian hak (“UPH”).

Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian mengatur Besaran Uang Jaminan Kematian yang terdiri dari:
  1. Santunan sekaligus Rp. 20.000.000,- yang diberikan kepada ahli waris peserta;
  2. Santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12 juta diberikan kepada ahli waris peserta;
  3. Biaya pemakaman sebesar Rp10 juta diberikan kepada ahli waris peserta atau apabila tidak ada ahli waris, maka diberikan kepada pihak yang mengurus pemakaman;
  4. Beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang telah memiliki masa iur paling singkat 3 tahun dan meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Adapun jumlah anak yang ditanggung paling banyak 2 anak yang diberikan berkala setiap tahun sesuai tingkat pendidikan anak peserta.

Sedangkan besaran uang jaminan hari tua yang berhak diterima yaitu sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta (Pasal 22 ayat (2) PP 46/2015).


Mary Herman
Advokat & Praktisi Ketenagakerjaan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2018 - Law Office Mary Herman & Partners